Sementara itu, Kepala BRPL Luthfi Assadad mengatakan, pariwisata di Kepulauan Seribu semakin meningkat pesat, menjadi salah satu andalan pendapatan daerah, dan juga sumber nafkah bagi penduduk di Kepulauan Seribu.
Di sisi lain, terdapat zonasi atau pembagian tata ruang, dimana area Kepulauan Seribu di bagian selatan memang diarahkan untuk jasa, ekonomi dan perdagangan. Sehingga area yang sebelumnya digunakan untuk budi daya rumput laut dan penangkapan ikan, digunakan untuk kegiatan non perikanan.
Baca Juga:
Tingkatkan Nilai Tambah Produk Dalam Negeri, ID FOOD Sasar Ekspor Rumput Laut ke Tiongkok
Menghadapi paradigma tersebut, BRPL membuat sebuah percontohan budi daya rumput laut di perairan Pulau Kongsi untuk pengembangan SDM, dengan melibatkan kelompok pembudidaya rumput laut Pokdakan Cottoni Jaya dari Pulau Pari.
"Kegiatan ini mengarah kepada cara budi daya rumput laut yang baik dengan mengacu kepada SNI Budi Daya Rumput Laut, mulai dari pemilihan lokasi, seleksi bibit, penggunaan metode dan waktu tanam yang tepat, serta penanganan pasca panen untuk meningkatkan nilai tambah produk rumput laut,” jelas Luthfi.
Ketua Pokdakan Cottoni Jaya, Hanafi menyampaikan, sepanjang tahun 2024 pihaknya telah memproduksi sebanyak 8,8 ton rumput laut kering.
Baca Juga:
Holding BUMN Pangan Tingkatkan Nilai Tambah Produk Perikanan dan Kelautan
Sebagai mitra SFV Pulau Kongsi, Pokdakan Cottoni Jaya merasa sangat terbantu dengan pendampingan yang diberikan oleh SFV Pulau Kongsi.
Dengan adanya pendampingan ini, hasil yang lebih besar menjadi harapan di tengah gempuran pergeseran tata guna lahan dan mata pencaharian di lingkungan masyarakat setempat.
Sebelumnya Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mendorong penguatan ekonomi masyarakat pesisir melalui skema kegiatan budidaya yang disertai dengan pengembangan kualitas sumber daya manusia.